PDM Kabupaten Kerinci - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Kerinci
.: Home > Artikel

Homepage

Islam Moderat vs. Islam Radikalisme

.: Home > Artikel > PDM
02 Januari 2016 14:22 WIB
Dibaca: 1576
Penulis : Weka Ade Putra

image

 

Islam adalah rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil ‘alamin) yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan (habluminallah dan habluminannas). Yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai integrasi semua agama (Samawi dan Ardhi), Al-qur’an dan Al-hadis merupakan sumber hukum utamanya.


Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi kedamaian dan toleransi antar sesama. Islam hadir untuk mengeneralisasikan semua perbedaan; antar suku, agama, bangsa, antara kulit putih dan kulit hitam, tuan dan budak, si kaya dan si miskin, laki-laki dan perempuan, dan lain-lain.


Meminjam istilah dari Buya Syafi’i Maarif, didalam islam Kaum Atheis pun punya hak untuk hidup asal saling menjaga, menghormati, dan tidak ada kecurigaan satu sama lain. Dan menurut Alqur’an Iman itu adalah atas izin Allah SWT, jadi Al-qur’an itu jauh lebih toleransi dari pada orang islam itu sendiri, ini sebetulnya berhubungan dengan bagaimana orang memahami Islam. Masalahnya memang pemahaman, orang-orang yang tidak toleran itu sebenarnya tidak melihat benang merahnya, seharusnya kita nemposisikan Islam sebagai “rahmat bagi sekalian alam” sebagai payung besarnya, dan semua pikiran mengalir dibawahnya.


Menurut saya, hal itu memang sudah sepantasnya kita aktualisasikan pada saat sekarang ini, supaya kita tidak terkesan alergi terhadap kemajuan zaman dan modernisasi Islam, sebab menurut hemat saya selama ini kita sudah tidak akrab lagi dengan Alquran, sehingga kita menafsirkannya melalui para penafsir di abad lampau yang terikat oleh zaman, jadi jelaslah tafsiran tersebut sudah tidak banyak yang relevan lagi untuk kita bawa diera kekinian. Kita harus bisa membaca Alquran secara utuh dan menafsirkan Al-qur’an secara luas, supaya kita tidak pembonsaian cara berfikir, denial, dan “gagal paham”. Didalam Alquran memang ada ayat-ayat keras yang mendeskripsikan tentang jihad misalnya, namun hal itu sifatnya kontekstual. Bahkan didalam Alquran ayat-ayat yang mendeskripsikan tentang jihat jauh lebih sedikit dari ayat-ayat tentang kasih sayang dan menentang kemiskinan, kenapa kita kurang mengimplementasikan ayat tersebut.


Disisi lain saya juga sepakat apa yang disampaikan oleh gusdur didalam bukunya yang berjudul ‘islamku, islam anda, islam kita’ yang menegaskan penolakan atas gagasanologis dan ideologisasi islam seperti yang sering dilakukan oleh kaum islam radikal selama ini.


Bagi gusdur gerakan-gerakan islam ideologis ini muncul karena ketidakpahaman mereka akan proses modernisasi. Faktor lain adalah adanya kepentingan-kepentingan politik yang menunggangi mereka untuk politik sesaat.


Baru-baru ini kita kembali dibuat resah atas tindakan terorisme, kota paris kembali menjadi sasaran serangan kaum teroris. Jumat malam kemaren, enam serangan serentak terjadi dikota itu, dan menewaskan lebih 128 nyawa. Yang menjadi objek serangan kali ini adalah masyarakat sipil yang sama sekali defenseles (tidak berdaya), salah satunya menghantam kantor sebuah majalah satir charlie hebdo dan menewaskan 11 nyawa awak redaksi majalah itu.


Tak berselang lama setelah serangan paris kemaren malam itu, kelompok ISIS menyatakan bertanggung jawab. Jika kita ikuti percakapan di media sosial internasional, sebenarnya tuduhan sudah mengarah ke kelompok teroris “Islam”, bahkan sebelum pernyataan dari ISIS itu keluar.


Tentu saja bisa dimaklumi, sebab setiap ada tindakan aksi kekerasan dinegeri barat dalam tahun-tahun akhir ini, jari jari “telunjuk” publik disana langsung mengarah ke “jidat” kelompok jihadis islam. Dan mereka tidak bisa kita salahkan sepenuhnya, sebab sejumlah pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa aksi-aksi kekerasan dilakukan oleh kelompok-kelompok ini.


Ulil Absor Abdalla menyebutkan brutalitas bukan hal baru lagi dalam sejarah manusia, tetapi brutalitas dengan skala seperti yang dilakukan oleh ISIS selama ini dan diberikan sokongan hujjah atau argumen agama, memang sangat sulit dicerna. Bagaimana mungkin agama yang konon membawa “rahmat bagi sekalian alam” (rahmatan lil alamin) bisa berujung pada  tindakan kekerasan semacam ini, fenomena ISIS adalah “too evil to be true” (terlalu jahat untuk menjadi kenyataan).


Kekerasan sekarang ini mengalami proses digitalisasi, “demokratisasi”, dan dengan mudah bisa dieksekusi. Sarana prasarana untuk mengeksekusi kekerasan begitu mudah diperoleh dan dipelajari. Sementara itu, realitas dilapangan trauma dinegeri barat, memang tidak seluruhnya menyenangkan bagi kelompok minoritas muslim disana.


Ditengah-tengah "kegilaan” teror yang menjadi-jadi, kewarasan akal sehat tidak boleh hilang. Sebab hanya dengan begitu kita bisa dengan pelan-pelan mengurai masalah dengan jernih, tanpa terjatuh pada Occidentophobia (benci barat) atau Islamphobia (benci Islam).

 

*) Weka Ade Putra, Ketua Umum IMM Kabupaten Kerinci

 

 

sumber: lintasgenerasi.com


Tags: IslamModerat , IslamRadikal
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori : Artikel AMM

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website